- Penulis, Ozge Ozdemir
- Peranan, BBC News Turkish
Di media sosial, ada diskusi yang sedang berlangsung tentang bagaimana seharusnya tampilan dan aroma 'vagin* yang sempurna'.
Ditonton oleh jutaan orang, beberapa postingan dan video online ini bahkan menyarankan penggunaan produk untuk mengubah aroma dan penampilan alat kelamin wanita.
Para ahli ginekologi memperingatkan agar tidak menggunakan produk-produk ini karena dapat mengganggu tingkat pH vagin* dan menyebabkan infeksi.
vagin* dan vulva memiliki mikroorganisme dan keseimbangannya sendiri sehingga bahan kimia apa pun yang dimasukkan ke dalamnya dapat mengganggu strukturnya, demikian peringatan ginekolog Mujdegul Zayifoglu Karaca.
"Ketika pertama kali mendengar tentang 'parfum vagin*', saya merasa takut. Mengapa tidak ada parfum untuk penis tetapi hanya untuk vagin*?" tanyanya.
Lewatkan Artikel-artikel yang direkomendasikan dan terus membaca
Artikel-artikel yang direkomendasikan
Cara meningkatkan kualitas hidup pada tahun 2024, menurut sains
BAB sembarangan akibat minimnya akses toilet di berbagai negara mengancam jutaan nyawa
Duduk terlalu lama dapat memicu penyakit jantung dan diabetes, bagaimana mencegahnya?
'Saya dicekik saat berhubungan seks' - Praktik asfiksia seksual yang mengancam nyawa dan berbahaya bagi kesehatan
Akhir dari Artikel-artikel yang direkomendasikan
Vulva adalah nama untuk semua organ intim perempuan pada bagian luar tubuh. Adapun vagin* adalah kanal berotot yang menghubungkan leher rahim ke bagian luar tubuh.
Eylul Gulce Kara, seorang mahasiswi di Istanbul, merasa muak dengan tekanan yang dihadapi perempuan di media sosial.
"Rasanya seperti kita terus-menerus harus melakukan sesuatu untuk memenuhi tuntutan masyarakat," katanya.
"Apakah warna vagin* perempuan saat ini sudah terlalu gelap?"
‘Tidak ada vulva yang sempurna’
Para ahli medis memperingatkan, tidak ada yang namanya vulva yang 'ideal' atau 'sempurna'.
"Vulva itu unik untuk setiap wanita," kata Berrin Tezcan, seorang dokter yang terdaftar di Royal College of Obstetricians and Gynecologists di London.
"Tidak ada vulva yang sama antara satu wanita dengan wanita lainnya dalam hal bentuk, ukuran, warna, atau tampilan.
"Saat pasien saya berkunjung karena khawatir ada sesuatu yang tidak normal pada vulva mereka, dan ketika saya mengatakan bahwa itu normal, tidak ada yang salah dengan tubuh mereka, 90% dari mereka merasa lega."
Lewati Podcast dan lanjutkan membaca
Investigasi: Skandal Adopsi
Investigasi untuk menyibak tabir adopsi ilegal dari Indonesia ke Belanda di masa lalu
Episode
Akhir dari Podcast
Namun di beberapa negara, perempuan merasa tidak dapat menemui dokter kandungan yang dapat diandalkan untuk dimintai saran.
Di Iran, misalnya, kesehatan seksual wanita masih dianggap tabu sehingga diskusi seputar alat kelamin menyebabkan perempuan merasa malu.
Sejumlah pengguna media sosial bahkan mengeluhkan bahwa dokter sendirilah yang membuat perempuan tidak nyaman dengan menghina tubuh pasiennya.
"Salah satu teman saya melakukan labiaplasty (operasi memperbaiki bibir vagin*), dan kami bertanya mengapa ia melakukannya sebab operasi ini sangat tidak nyaman," demikian bunyi sebuah unggahan di platform media sosial X, yang sebelumnya bernama Twitter.
"Dia mengatakan kepada saya: 'Karena dokter kandungan saya terus bertanya kepada saya mengapa labia saya terlihat sangat buruk? [Dia berkata] Mengapa labia Anda begitu besar dan jelek? Mengapa lubang vagin* begitu lebar? Apakah Anda melahirkan secara alami? Itulah mengapa saya menjalani operasi."
Baca juga:
- Sertifikat keperawanan: Kisah kaum perempuan Iran yang perlu bukti perawan untuk menikah
- Terapi peremajaan vagin* "menimbulkan risiko serius'
Labiaplasty adalah jenis bedah kelamin wanita yang paling umum dan merupakan salah satu prosedur kosmetik yang paling cepat berkembang di kalangan anak muda di seluruh dunia.
Baca juga:
- 'vagin* saya seperti menolak' - cerita pengidap vaginismus yang menghadapi stigma dan trauma
- Perempuan lajang 'traumatis' saat memeriksa kesehatan reproduksi di Indonesia: Dicap ‘dosa’ hingga anjuran menikah dulu
Prosedur ini membentuk kembali labia minora - lipatan kulit di kedua sisi lubang vagin*, yang biasa disebut sebagai bibir vagin*.
Tindakan ini sebaiknya tidak dilakukan pada anak perempuan yang berusia di bawah 18 tahun. Musababnya, pada usia ini labia terus berkembang setelah masa pubertas hingga awal masa dewasa.
Prosedur ini dapat menjadi solusi bagi perempuan yang memiliki kekhawatiran tentang kebersihan, kesulitan saat berhubungan seksual, atau ketidaknyamanan saat berolahraga.
Namun, semakin banyak perempuan yang melakukan operasi bedah labiaplasty karena khawatir dengan penampilan alat kelamin mereka.
Labiaplasty sedang populer
Sebuah riset terbaru menunjukkan lebih dari setengah juta orang di Australia telah melakukan atau mempertimbangkan untuk melakukan labiaplasty.
Laporan Labia Diversity yang diterbitkan oleh Women's Health Victoria pada bulan Juni ini meliputi data dari survei terhadap 1.030 wanita dan orang-orang yang memiliki labia berusia 18 hingga 50 tahun.
Laporan tersebut menemukan, "p*rnografi dan media sosial telah mendorong peningkatan jumlah orang yang melakukan atau mempertimbangkan operasi labia, dengan gambar dan video yang mendistorsi persepsi tentang seperti apa alat kelamin wanita seharusnya".
Menurut The International Society of Aesthetic Plastic Surgery (ISAPS), labiaplasty telah meningkat di seluruh dunia sebesar 14,8% pada 2023 dibandingkan dengan 2019.
Survei global tahunan yang dilakukan oleh ISAPS menunjukkan bahwa Brasil adalah negara yang paling banyak melakukan labiaplasty, dengan lebih dari 28.000 orang yang menjalani prosedur ini.
"Wanita Brasil khawatir dengan penampilan mereka dan secara budaya lebih cenderung melakukan bedah plastik," kata ahli bedah plastik Renata Magalhães, anggota Brazilian Society of Plastic Surgery.
Val Santana, atlet binaraga berusia 27 tahun asal Brasil, memutuskan untuk menjalani labiaplasty tahun lalu.
"Keputusan untuk menjalani operasi ini berawal dari pengalaman saya enam tahun yang lalu, saat saya memulai binaraga dan menggunakan steroid anabolik," katanya kepada BBC News Brasil.
"Salah satu efek samping dari penggunaan obat-obatan seperti boldenone dan oxandrolone adalah pembesaran klitoris saya."
Baginya, kekhawatiran utamanya adalah bagaimana ia merasa tidak percaya diri saat berhubungan seksual.
Membagikan pengalaman operasinya di platform media sosial Instagram, Santana mengatakan bahwa prosedur ini telah meningkatkan kepercayaan diri dan kualitas hidupnya.
Sejumlah risiko
Layanan Kesehatan Nasional (NHS) di Inggris mengeluarkan anjuran bahwa melakukan labiaplasty adalah keputusan besar yang harus dipikirkan dengan matang.
"Prosedur ini bisa mahal dan memiliki sejumlah risiko. Tidak ada jaminan bahwa Anda akan mendapatkan hasil yang Anda harapkan, dan tidak akan membuat Anda merasa lebih baik dengan tubuh Anda," kata NHS.
NHS juga memperingatkan bahwa labiaplasty kadang-kadang dapat menyebabkan pendarahan, infeksi, jaringan parut, dan berkurangnya sensitivitas alat kelamin. Semua jenis operasi juga menimbulkan risiko terjadinya pembekuan darah di dalam pembuluh darah, atau reaksi alergi terhadap obat bius.
"Beberapa wanita menginginkan labiaplasty karena mereka tidak menyukai tampilan labia mereka. Akan tetapi, sangat normal jika terdapat lipatan kulit yang terlihat di sekitar pembukaan vagin* Anda," kata NHS.
Ginekolog Müjdegül Zayıfoğlu Karaca mengungkapkan pentingnya perempuan belajar lebih banyak tentang alat kelamin mereka, serta berdamai dengan tubuh mereka sendiri sebelum mempertimbangkan prosedur pembedahan apa pun.
Mahasiswa Eylül Gülce Kara juga setuju.
"Kita harus menggunakan media sosial untuk meningkatkan kesadaran tentang kesehatan seksual perempuan dan melawan konten yang mempromosikan operasi atau krim. Kita harus membuat konten yang emansipatif untuk meringankan tekanan pada wanita," katanya.
Tambahan liputan oleh reporter Giulia Granchi dari BBC News Brasil.